Salah satu di antara mereka itu ada yang usaha katering. Awalnya pemasok ayam lodoh untuk banyak restoran bermenu masakan khas Trenggalek-Tulungagung itu tapi tidak punya kokinya. Ia bikin ayam lodoh beku. Dikirim sampai ke Tegal dan Purwokerto.
Namanya: Riyan Rahmawan. Nama usahanya: katering Doro Gepak.
Sejak Covid-19 terjadi perubahan drastis: pesanan online lebih banyak. Bahkan dari luar negeri: Taiwan, Hongkong, Korea, Jepang.
Yang lebih banyak dipesan pun berubah: tumpeng Ponorogo.
Kirim tumpeng ke Taiwan?
Tidak.
Pemesannya dari negara-negara tersebut tapi tumpengnya minta dikirim ke alamat di sekitar Ponorogo saja. "Tiap hari ada pesanan dari luar negeri," ujar Riyan.
Pesan yang harus Riyan tulis di tumpeng itu macam-macam. Terbanyak: selamat ulang tahun.
Siapa yang ulang tahun? "Paling banyak anak-anak," ujar Riyan. Dari ibu ke anaknyi. Sang ibu lagi berjuang di luar negeri. Mereka masih muda-muda. Ibu muda. Anak mereka pun masih kecil-kecil. Ditinggal di kampung.
BACA JUGA:Kabinet Baru
Mereka ingat kapan anak mereka berulang tahun. Riyan jadi perantara rasa sayang seorang ibu pada anak mereka. Sayang jarak jauh.
"Ada yang pesan sampai 100 tumpeng. Agar bisa mengundang seluruh teman anaknyi," ujar Riyan.
Tentu ada juga pesanan tumpeng untuk orang tua TKI. Termasuk di saat ''mendhaki'' penanda hari kematian orang tua.
Saya bertanya satu persatu apa saja usaha anggota HPN di Ponorogo. Saya kaget: salah satunya bisa berbahasa Mandarin. Pernah enam tahun jadi TKI di Taiwan.
Ketuanya sendiri, Suparlin, punya lima jenis usaha. Termasuk resto yang ditata dengan gaya pedesaan Jepang. Gabungan Jepang dan Jawa.
Apa pun usaha mereka kini muncul tantangan terbaru. Mereka kini harus menghadapi lima hal: lesunya daya beli, soal pajak, lalu pajak, pajak lagi dan pajak. Belum pernah mereka menghadapi masalah pajak seperti sekarang ini.