Radarkoran.com - Para pendidik atau guru masih harus bekerja ekstra guna menciptakan dunia Pendidikan yang merata di Indonesia. Diketahui salah satu daerah di Indonesia masih ditemukan pelajar yang sudah duduk di bangku SMP tapi belum bisa membaca. Seharusnya, pelajar yang sudah menginjak bangku SMP diwajibkan harus bisa membaca. Lantaran belajar membaca sudah didapat pelajar sejak duduk di bangku TK atau PAUD. Pelajar SMP yang belum bisa membaca tersebut berada di Provinsi Bali, dan bahkan jumlah mencapai ratusan pelajar.
Dewan Pendidikan Buleleng Provinsi Bali mengungkapkan, ratusan siswa pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) di daerah tersebut tidak bisa membaca disebabkan karena berbagai macam faktor.
"Jumlahnya bervariasi di tiap sekolah mulai dari beberapa siswa saja hingga puluhan siswa. Sekolahnya tersebar hampir di seluruh SMP di sembilan kecamatan yang ada," ungkap Ketua Dewan Pendidikan Buleleng, I Made Sedana, dikutip dari antaranews.com, pada Minggu 6 April 2025.
Disebutkan, data yang berhasil dihimpun Dewan Pendidikan bersama dengan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) setempat, hampir sekitar 400 orang anak lebih masih bermasalah pada bidang membaca dan mengeja, bahkan banyak diantara tidak bisa membaca sama sekali. Data tersebut menurutnya, berasal dari informasi yang diberikan oleh kepala sekolah kepada Disdikpora Buleleng. Bahkan, jumlah data tersebut masih bisa bertambah, lantaran data yang masuk hanya pada sekolah di bawah dinas semata, belum data dari madrasah.
BACA JUGA:Ingin Kuliah dengan Biaya Murah? Rp 1 Jutaan Per Semester, Ini Kampusnya
Menurutnya, terdapat permasalahan yang cukup krusial pada proses pembelajaran anak di sekolah. Permasalahan bisa saja disebabkan karena sempat terjadi penurunan kualitas pembelajaran pada masa COVID-19, terutama pada jenjang Sekolah Dasar (SD). Selain juga dipengaruhi oleh berbagai faktor lain.
"Kami di Dewan Pendidikan menilai bahwa masalah ini adalah krusial dan perlu harus ditangani sesegera mungkin. Jangan sampai dibiarkan. Harus ada upaya preventif pula pada pendidikan tingkat dasar," sebutnya.
Ia juga menilai faktor regulatif dimana jenjang sekolah dasar yang tidak bisa lagi menerapkan tinggal kelas (anak wajib naik kelas) juga jadi faktor penyebab.
"Memang aturannya jelas tidak boleh lagi anak tinggal kelas. Jadi, sampai SMP tetap tidak bisa membaca dan mengeja. Tetapi, jangan hal tersebut dijadikan alasan untuk tidak menuntaskan permasalahan anak yang belum lancar membaca dan mengeja," katanya.
Dalam rangka melakukan penanggulangan, tambahnya, upaya guru melalui pembelajaran berdiferensiasi dinilai penting. Faktor disleksia menjadi salah satu penyebab banyak siswa di kabupaten ujung utara Pulau Dewata tersebut yang tidak bisa lancar membaca dan mengeja.
Adapun disleksia adalah kondisi dimana seseorang mengalami kesulitan belajar yang menyebabkan masalah pada proses menulis, mengeja, berbicara, dan membaca disebabkan karena kelainan tertentu.
"Kami sudah lapor dengan kepala daerah dan akan bekerja sama dengan berbagai pihak jika memang masalahnya adalah faktor khusus. Salah satunya akibat disleksia," demikian I Made Sedana.