Radarkepahiang.bacokoran.co - Tempat pengolahan sampah terpadu milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepahiang Provinsi Bengkulu yang berlokasi di Desa Lubuk Saung Kecamatan Seberang Musi, dalam kondisi gawat karena kapsitasnya sudah kritis. Pasalnya, lahan pengolahan sampah yang kurang dari empat hektare itu hanya mampu menampung sampah sekitar dua tahun lagi saja, lantaran rata-rata sampah yang dibuang ke lokasi tersebut mencapai 5 sampai dengan 7 kubik setiap harinya, hanya ditumpuk tanpa adanya pengolahan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kepahiang, Swifanedi Yusda, S.Hut mengatakan, pengolahan tempat sampah terpadu bisa saja dikelola oleh pihak ketiga untuk memaksimakan fungsinya. Hanya saja, lahan pengolahan sampah terpadu itu harus dilakukan perluasan lebih dulu dan difasilitasi dengan sarana dan prasarana pengolahan sampah yang memadai.
"Sejauh ini tempat pengolahan sampah terpadu itu hanya ditimbun sampah saja, lantaran cuma ada excavator yang beroperasi, kondisi lahannya memang semakin menyempit, kisaran kurang dari 2 tahun saja sanggup menampung sampah," kata Swifanedi, Selasa 6 Februari 2024.
Dijelaskan Swifanedi, tempat pengolahan sampah terpadu seharusnya memiliki fungsi sebagai tempat pengumpulan sampah sebelum diangkut lagi ke TPA, dengan adanya sistem kinerja dalam pengurangan sampah melalui cara sampah diolah menjadi kompos atau dimanfaatkan kembali. Tetapi hal itu baru bisa dilakukan apabila ketersediaan alat-alat dan sarana prasarananya memadai. Di mana harus ada sarana mesin yang bisa mengurai sampah menjadi sesuatu yang bisa bermanfaat kembali.
DLH Kabupaten Kepahiang mewacanakan, pengolahan sampah dapat diubah menjadi gas yang bermanfaat bagi masyarakat, dan kemudian dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat lainnya seperti pavin blok, maupun pupuk kompos. Namun, dijelaskan Swifanedi, untuk pengolahan sampah itu membutuhkan alat canggih dengan harga yang cukup tinggi.
"Terkait dengan alat sarana dan prasarana pengolahan sampah di tempat pengolahan sampah terpadu, kita merencanakan usulan ke Pemerintah Kabupaten Kepahiang untuk pengadaan alatnya, tapi kalau memang ingin lebih maksimal, juga bisa dipihak ketigakan. Akan tetapi membutuhkan proses cukup panjang," ujar Swifanedi.
Menurutnya, sampah harus dikelola dengan baik. Sampah yang tidak dikelola dengan baik, bakal berdampak buruk bagi lingkungan. Sampah yang tidak terkelola juga bisa berdampak buruk bagi aspek sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah menerbitkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
"Aturan ini menjelaskan bahwa pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Itulah mengapa harus adanya tingkatan pengolahan sampah, roses pertamanya yaitu memasuki Tempat Penampungan Sementara atau TPS. TPS merupakan tempat penampungan sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu atau TPST, Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle atau TPS3R, dan terakhir ke tempat pembuangan akhir atau TPA," papar Swifanedi.
BACA JUGA:Minim Sarana, Pengelolaan Sampah di TPST Kepahiang Belum Maksimal
Dia juga menerangkan, tempat pengolahan sampah terpadu merupakan tempat dilakukannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah. TPST punya sistem proses sampah yang lebih kompleks dibandingkan dengan TPS3R, sebab TPST mengelola sampai pada pemrosesan akhir sampah sehingga aman saat dikembalikan ke lingkungan.
Persyaratan TPST dijelaskan dalam Permen Nomor 2 tahun 2013 pasal 32 yang harus memenuhi persyaratan teknis luas TPST lebih besar dari 20.000 m2, penempatan lokasi TPST bisa di dalam TPA, jarak pemukiman minimal terdekat 500 meter. Pengolahan sampah di TPST dapat menggunakan teknologi sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 ayat (3) dan Fasilitas TPST dilengkapi dengan ruang pemilah, instalasi pengolahan sampah, pengendalian pencemaran lingkungan, penanganan residu, dan fasilitas penunjang serta zona penyangga.