Perusahaan yang membangunnya adalah PT PPSD (Pembangunan Perumahan Tol Semarang Demak), anak perusahaan BUMN PT PP.
Kini Pramusinto lagi menempuh S3 di Universitas Islam Indonesia. Di bidang manajemen, khususnya di sumber daya manusia untuk jalan tol.
Waktu di SMPN 5 Yogyakarta, Pramusinto satu bangku dengan Anies Baswedan. Di SMAN 8 Delayota, Yogyakarta ia sekelas dengan Kapolri Jenderal Polisi Drs Listyo Sigit Prabowo, MSi.
Lalu ia kuliah S1 akuntansi di UII dan S2 MM di Universitas Andalas, Padang. Yakni saat ia mendapat penugasan PT Wijaya Karya di wilayah Sumatera. Proyek yang ia ikuti adalah pembangunan PLTU Ombilin, pembangunan jalan Solok, terowongan danau Singkarak, bypass Bukittinggi, rel kereta api Teluk Bayur - Sawahlunto dan pengendalian banjir di Padang. Termasuk proyek di Semen Padang.
"Kalau 10 doktor baru mestinya bisa lahir dari proyek ini. Banyak sekali penemuan baru di sini," ujar Pramusinto. ”Kemampuan rekan-rekan kontraktor sekarang ini sudah selevel doktor. Mereka menemukan metode kerja baru, teori baru, alat baru, sistem baru," ujar Pramusinto.
Rest area terindah itu nanti luasnya bisa lebih 50 hektare. Menjorok ke laut. Bisa merangkap hotel dan arena apa saja. Semoga tidak akan menjadi seperti umumnya rest area sekarang. Mulai lusuh. Kotor. Tidak terawat.
BACA JUGA:Terbaru dari Infinix Note 40 Series, Ini Kekurangan dan Kelebihan Infinix Note 40S
Lalu apa yang bisa dilihat di selatan jalan?
Ribuan hektare air genangan (rob) akan hilang. Tanah baru yang luasnya ribuan hektare muncul. Tanpa bangunan. Tanpa pohon. Tanpa pagar pembatas.
Ini perkara besar. Jangan sampai ribuan hektare tanah baru ini menjadi kawasan yang tidak tertata.
Selain itu akan ada dua kolam raksasa. Yang satu luasnya 70 hektare lebih. Satunya lagi sekitar 1000 hektare.
Fungsi kolam ini Anda sudah tahu: untuk menampung air dari dua sungai di kawasan itu.
Kelak kolam ini akan menjadi kolam air tawar. Bayangkan kekayaan baru apa yang akan muncul di dua kolam raksasa tersebut.
Rasanya Jakarta-lah yang sudah lama memimpikan punya tanggul laut. Ternyata Semarang Timur yang menyalip di tikungan.
Anda masih ingat rencana tanggul laut Jakarta itu. Anda juga tahu mengapa sulit dimulai.
Inilah yang disebut nasib. Tanggul laut Jakarta tidak memiliki faktor ''pemicu''. Tanggul laut Semarang Timur menemukan momentum yang sendiri.