Merasa Tersiksa, Guru PPPK Minta Kurikulum Pendidikan Diganti
TERSIKSA : Guru PPPK mengaku merasa tersiksa imbas dari diberlakukannya kurikulum pendidikan. --DOK/RK
Radarkoran.com - Walaupun guru honorer sudah diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), masih ada yang merasa tersiksa. Ini lantaran mereka harus mengikuti jam kerja layaknya Aparatur Sipil Negara (ASN) non-guru. Ditambah lagi dengan beban kerja, imbas pemberlakuan kurikulum pendidikan. Sehingga guru PPPK merasa beban kerjanya bertambah banyak.
Atas persoalan ini, guru PPPK menyampaikan permohonan kepada presiden terpilih Prabowo Subianto dan Menteri Pendidikan Kebudayaan baru mengganti kurikulum pendidikan yang saat ini sangat membebani para guru.
"Teman-teman guru PPPK mengeluh karena beban mereka menumpuk," kata Ketua Forum ASN PPPK Kabupaten Jember, Susiyanto pada Minggu 30 Juni 2024.
Susiyanto menyampaikan harapan dan permohonan kepada presiden terpilih Prabowo Subianto dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan supaya mengganti kurikulum pendidikan yang saat ini sangat membebani para guru. Kurikulum pendidikan ini disebut membuat guru PPPK dan PNS, banyak disibukkan dengan mengerjakan administrasi yang sangat berpengaruh pada kegiatan belajar mengajar.
BACA JUGA:Gara-gara Pendaftaran PPPK 2024 Belum Jelas, Bupati Ambil Kebijakan soal Nasib Honorer
"Seharusnya tugas guru adalah mengajar, tetapi yang terjadi saat ini guru setiap hari disibukkan dengan beban administrasi," ujarnya.
Susiyanto menuturkan, guru saat ini semakin direpotkan lantaran tugas itu harus dikerjakan di aplikasi, yang mana setiap daerah tidak sama fasilitas dan kemajuan terkait teknologinya, khususnya di perdesaan. Atas kondisi tersebut, para guru PPPK memohon kepada presiden terpilih dan pemerintahan baru nantinya untuk mengembalikan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
"Itu harapan yang banyak saya terima dari teman teman-teman guru," ujar Susiyanto.
Dia menambahkan, guru ASN terutama PPPK berharap supaya pemerintahan baru mengembalikan jati guru, di antaranya seragam guru bukan seragam ASN. Kemudian Kalender kerja guru adalah kalender pendidikan bukan kalender ASN non-guru, serta jam kerja guru sesuai jam mengajar bukan jam pelayanan umum ASN non-guru. "Itu permintaan guru-guru. Jadi, jangan perlakukan guru ASN seperti ASN non-guru," demikian Susiyanto.