Relokasi Masyarakat Desa Genting Bengkulu Tengah Tertunda, Ini Kendalanya

Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkimtah) Kabupaten Bengkulu Tengah, Samsul Bahri, S.Pd, MM. --FOTO/DOK
Radarkoran.com - Wacana relokasi ratusan warga Desa Genting Kecamatan Bang Haji Kabupaten Bengkulu Tengah (Benteng) yang terdampak banjir dari beberapa tahun lalu, hingga sekarang masih terhambat dan belum juga terealisasi. Hal ini disebabkan terkendala dengan biaya dan status lahan yang akan digunakan sebagai pemukiman baru bagi masyarakat.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkimtah) Kabupaten Bengkulu Tengah, Samsul Bahri, S.Pd, MM mengungkapkan, seluruh persyaratan yang diminta oleh kementerian maupun instansi terkait sudah disiapkan. Tetapi salah satu kendala terbesar adalah masalah biaya dari pemerintah pusat yang belum cair hingga saat ini.
"Iya dananya belum cair dari pemerintah pusat. Hal ini terjadi karena masih ada banyak kebutuhan lain yang menjadi prioritas pemerintah pusat termasuk proyek Ibu Kota Negara atau IKN, yang membuat pelaksanaan relokasi masyarakat Desa Genting tertunda," terang Samsul.
"Kalau soal dokumen, semua yang dibutuhkan sudah kami siapkan. Namun biaya yang diperlukan belum dicairkan oleh pusat, sebab ada prioritas lain. Hal ini yang menghambat proses relokasi masyarakat Desa Genting," sambung Samsul Bahri.
Lebih lanjut dia menyampaikan, kendala lain yang ada saat ini adalah kesediaan masyarakat Desa Genting untuk direlokasi. Saat ini hanya sekitar 40 persen saja masyarakat di Desa Genting yang bersedia pindah atau direlokasi. Sementara sebagian besar masih ingin tetap tinggal di rumah lama mereka meskipun berada di kawasan rawan banjir.
BACA JUGA:100 Hari Pertama Rachmat-Tarmizi, Ada Masterplan Ibu Kota Modern
"Kondisi ini juga menjadi tantangan besar bagi Pemkab Benteng, khususnya OPD kami. Bahkan berpotensi menimbulkan masalah baru. Selanjutnya, kendala lainnya adalah status lahan yang nanti akan digunakan," papar Samsul Bahri.
Masalah lain yang dimkasud adalah lahan yang akan dijadikan tempat relokasi, yang sebelumnya memang sudah tersedia melalui hibah dari PT. Bio, tapi ada syarat lain bahwa lahan tersebut harus sudah bersertifikat pemerintah daerah dan menjadi aset milik pemerintah daerah.
"Nah sekarang ini lahan tersebut masih tercatat atas nama masyarakat, baik sebagai hak milik desa maupun pribadi, sehingga belum bisa diproses. Padahal,
pemerintah pusat menginginkan supaya lahan tersebut masuk dalam aset pemerintah daerah, bukan milik pribadi. Jadi mengenai hal ini kami terus berusaha dan berkoordinasi dengan Pemrov Bengkulu dan pihak terkait lain, untuk memastikan proses relokasi ini dapat terwujud dalam waktu dekat," tutup Samsul Bahri.