Rapat Lanjutan Konflik Agraria dengan PT BRS, Masyarakat Kecewa Tak Ada Hasil Memuaskan

Jumat 18 Oct 2024 - 09:57 WIB
Reporter : Gatot Julian
Editor : Eko Hatmono

Radarkoran.com - Setelah sebelumnya sempat dilakukan rapat fasilitasi yang berakhir dengan penjadwalan ulang kegiatan lantaran tidak hadirnya pimpinan Kanwil ATR/BPN Bengkulu. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu kembali memfasilitasi rapat tindak lanjut terkait konflik agraria yang melibatkan PT BRS (Bimas Raya Sawitindo) dengan masyarakat di Kabupaten Bengkulu Utara dan Mukomuko pada Kamis, 17 Oktober 2024 bertempat di Ruang Rapat Raflesia Kantor Gubernur Bengkulu. 

Rapat yang dipimpin langsung oleh Asisten II Setda Provinsi Bengkulu, Raden Ahmad Denny dan jajaran Pemprov Bengkulu, pihak Kanwil ATR/BPN Bengkulu, perwakilan mahasiswa dan petani dari Bengkulu Utara serta pihak terkaitnya lainnya tersebut berlangsung cukup lama. 

Pada kesempatan tersebut, Forum Aliansi Bengkulu yang hadir dalam rapat menyuarakan aspirasi masyarakat, menegaskan bahwa meski tidak menolak investasi di daerah, mereka meminta hak untuk mengawasi kegiatan para investor yang ada demi memastikan kesejahteraan masyarakat setempat. 

Salah satu perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Ridhoan Parlaungan Hutasuhut, menyarankan agar data-data terkait tuntutan agraria yang ada si Bengkulu lebih transparan. Mereka menekankan pentingnya keterbukaan informasi untuk mencegah masalah konflik agraria di Bengkulu ini terus berlarut dan tidak terselesaikan.

"Harapan kami, data-data dari perusahaan dan Kanwil ATR/BPN itu harus lebih jelas untuk menghindari berlarut-larutnya masalah ini," katanya.

BACA JUGA:Pemprov Bengkulu Gandeng Pihak Ketiga Kelola Parkir Kawasan APL Pantai Panjang

Dari pihak Kanwil ATR/BPN sendiri menyampaikan bahwa penomoran Hak Guna Usaha (HGU) PT BRS, yang telah habis masa berlakunya sejak 2018, kini sedang dalam proses perpanjangan. Pihaknya menegaskan bahwa semua pihak harus tetap mematuhi prosedur hukum yang berlaku.

Sementara itu, perwakilan masyarakat dari Air Palik, Bengkulu Utara, Supriyadi menuturkan kekecewaannya atas hasil rapat yang dinilai tidak memberikan hasil yang memuaskan. 

Banyak hal yang dibahas dalam pertemuan, tapi tidak memberikan jalan keluar yang baik. Seperti halnya para petani yang mempertanyakan status plasma yang menurutnya belum pernah disosialisasikan kepada masyarakat. 

"Di ruangan tadi dikatakan sudah dibagikan 114 hektar kepada masyarakat, sedangkan masyarakat mengungkapkan bahwasanya tidak pernah menerima itu (lahan plasma)," kata Supriyadi.

Kemudian persoalan luas ukuran lahan yang menjadi sengketa agraria diminta untuk dilakukan pengukuran ulang, namun pihaknya menyesalkan dari pihak Kanwil ATR/BPN mempersilahkan untuk mengukur ulang sendiri. Sedangkan saat pihak ATR/BPN melakukan pengukuran, masyarakat tidak dilibatkan. 

"Masa kami masyarakat membiayai masalah itu kan, atau mahasiswa yang membiayai, kan tidak mungkin kita yang membiayai, lalu tugas mereka (ATR/BPN) itu apa. Kita harus tahu dong, masyarakat harus dilibatkan kalau dilakukan pengukuran," sampai Supriyadi. 

Ia juga menyoroti penggunaan jalan umum dari pihak perusahaan yang mestinya memiliki jalan sendiri. Apalagi aktivitas kendaraan dari PT kerap menyebabkan kondisi jalan berlumpur dan mengakibatkan sering terjadinya kecelakaan.

BACA JUGA:Viral Bumil Ngidam Ketemu Calon Walikota Dani Hamdani, Langsung Dipenuhi

"Pihak Pemprov sudah mengatakan jika selama 6 bulan sebelum ada jalan khusus dari perusahaan itu boleh melewati jalan umum, tapi ternyata sudah bertahun-tahun jalan satu-satunya itulah yang dipakai perusahaan merupakan jalan fasilitas umum fasilitas masyarakat," sesalnya.

Kategori :