Radarkoran.com - Konsorsium Bentang Alam Seblat mendesak Menteri Kehutanan (Menhut) Republik Indonesia segera mencabut izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT Anugerah Pratama Inspirasi (API) yang beroperasi di wilayah Provinsi Bengkulu.
Desakan tersebut mengacu pada pernyataan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni yang menegaskan salah satu program prioritas Kementerian Kehutanan yaitu pencabutan izin pemanfaatan kawasan hutan yang lalai mengamankan wilayah hutan dalam areal izin perusahaan. Dan perusahaan API dinilai telah lalai mengamankan kawasan hutan di wilayah konsesinya.
Untuk diketahui, PT API di wilayah Provinsi Bengkulu merupakan korporasi pemegang IUPHHK-HA seluas 41.988 hektar (ha) berdasarkan addendum IUPHHK-HA SK No: 3/1/IUPHHK-PB/PMDN/2017 tertanggal 3 April 2017. Namun, fakta di lapangan berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh Konsorsium Bentang Alam Seblat tahun 2024 menemukan bahwa kerusakan hutan di areal konsesi PT API telah mencapai 14.183,48 ha. Hal ini tentu saja bertentangan dengan tanggung jawab PT API selaku pemegang izin usaha di kawasan tersebut.
Ketua Yayasan Lingkar Inisiatif Indonesia yang juga merupakan Koordinator Program Konsorsium Bentang Seblat, Iswadi mengatakan, dari 30 kali patroli kolaboratif yang telah dilaksanakan pihaknya di wilayah Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) koridor gajah, ditemukan 114 kasus kejahatan kehutanan dan satwa. Modus operasi dari kejahatan ini adalah melakukan penebangan secara sembarangan atau yang lebih dikenal dengan istilah “tebang tumbur”.
"Mereka melakukan penebangan sembarangan alu lahan ini ditinggalkan sejenak. Jika tidak ada respon dari penegak hukum maka selanjutnya areal yang sudah ditebang ini akan ditanam sawit. Ketika sawit mulai tumbuh barulah areal ini dibersihkan, " kata Iswadi saat melakukan konferensi pers pada Senin 2, Desember 2024 bertempat di Kantor Kanopi Hijau Indonesia Bengkulu.
Selain modus kejahatan menebang hutan sembarangan, konsorsium juga telah mengungkap dugaan jual beli lahan di kawasan hutan ini yang diduga melibatkan aparat penegak hukum dan pemerintahan desa. Bahkan, di kalangan masyarakat luas beredar informasi tentang harga pasaran kawasan hutan yang telah ditebang kayunya dan siap ditanami sawit dijual Rp10 hingga Rp15 juta per hektare.
BACA JUGA:PKS Bagikan Nasi Bungkus untuk Korban Banjir
"Perambahan dan penguasaan lahan oleh pihak lain di areal konsesi ini juga telah dilaporkan ke penegak hukum," imbuh Iswadi.
Lebih jauh, secara data rentetan waktu 2022-2024, konsorsium Bentang Seblat menemukan semakin berkurangnya tutupan hutan dan semakin meluasnya perkebunan sawit pada kawasan hutan produksi wilayah izin PT API. Dalam kurun waktu 2022-2024, perkebunan sawit dalam konsesi PT API tersebut mencapai 967,16 Ha.
Direktur Genesis Bengkulu, Egi Saputra menuturkan, berdasarkan analisis tutupan hutan yang dilakukan oleh Konsorsium Bentang Alam Seblat pada 2023, di wilayah kerja KEE koridor gajah seluas 80.987 Ha, diketahui seluas 30.514,85 Ha (38%) tidak lagi berhutang. Wilayah tersebut telah terkonversi menjadi semak belukar 7.985,38 Ha (26%), perkebunan PT Alno 5.449,78 Ha (18%), pertanian dalam hutan berupa perkebunan sawit 15.010,77 Ha (49%) dan lahan terbuka 2.068,91 Ha (7%).
Dan kawasan hutan produksi yang telah dibebani izin PT API terlihat compang camping dan ditemukan perkebunan sawit di areal konsesi mencapai 5,4 ribu Ha dan terus meluas setiap tahunnya.
"Kondisi ini menandakan tidak berjalannya fungsi pengawasan yang dilakukan oleh PT API, maka sudah sepatutnya PT API masuk daftar perusahaan pemegang izin PBPH-Ha yang akan dicabut oleh Menteri Kehutanan," kata Egi.
Lebih lanjut, keberadaan kawasan Bentang Seblat yang meliputi area seluas 323 ribu hektare, bukan hanya habitat terakhir gajah, tetapi juga memiliki fungsi penting sebagai penyedia layanan alam bagi kehidupan masyarakat di Kecamatan Putri Hijau dan Marga Sakti Seblat, terutama sebagai sumber air.
Hancurnya fungsi ekologis kawasan ini akan memberikan pengaruh multi efek, terutama sebagai wilayah tangkapan air, hancurnya keanekaragaman hayati akibat punahnya satwa gajah, serta potensi bencana ekologis akibat hilangnya daya dukung lingkungan,
"Putusnya rantai makanan akibat punahnya satwa gajah akan berdampak kepada hilangnya keseimbangan ekosistem secara keseluruhan," ujar Egi.