Radarkoran.com - Kepala SMKN 2 Rejang Lebong tengah menjadi sorotan publik setelah sejumlah guru di sekolah tersebut mempetisinya untuk dicopot dari jabatannya. Petisi tersebut diduga kuat terkait dengan kebijakan kepala sekolah yang dianggap tidak profesional dan merugikan guru dan siswa.
Menindaklanjuti petisi tersebut, Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan, melalui Surat Keputusan Gubernur Bengkulu Nomor SK.593 Tahun 2025 yang ditandatangani pada 16 Juni 2025 resmi memberhentikan Agustinus Dani Dadang Sumantri, M.Pd., dari jabatannya sebagai Kepala SMKN 2 Rejang Lebong.
Pemberhentian kepala sekolah ini dilakukan menyusul temuan dugaan pelanggaran disiplin berat terkait pemotongan dana bantuan pendidikan Program Indonesia Pintar (PIP) Tahun Ajaran 2024/2025. Temuan ini diungkap melalui Nota Dinas Inspektorat Daerah Provinsi Bengkulu dan ditindaklanjuti dengan telaah staf dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi Bengkulu.
Agustinus Dani Dadang Sumantri, yang sebelumnya menjabat sebagai Guru Ahli Madya dengan pangkat Pembina Tk. I (Golongan IV/b), kini dikembalikan ke tugas fungsional guru di bawah Dikbud Provinsi Bengkulu.
"Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Jika di kemudian hari terdapat kekeliruan, akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya," tertulis dalam surat keputusan yang ditandatangani langsung oleh Gubernur Helmi Hasan.
BACA JUGA: Kejari Telusuri Aliran Dana Korupsi Honorarium Satpol PP Rejang Lebong
BACA JUGA:Pemkab Rejang Lebong Susun Regulasi Cegah Pernikahan Dini
Keputusan ini juga disampaikan kepada sejumlah instansi terkait, termasuk Kementerian Keuangan, BKN, dan Badan Kepegawaian Daerah sebagai bentuk tindak lanjut administratif.
Untuk diketahui, sebelumnya ada sebanyak 37 guru di SMKN 2 Rejang Lebong secara kompak menandatangani petisi yang ditujukan langsung kepada Gubernur Bengkulu. Petisi yang dibuat pada 17 April 2025 tersebut berisi desakan agar Agustinus Dani DS mundur dari jabatannya sebagai kepala sekolah.
Salah satu alasan yang menjadi dasar petisi tersebut adalah kebijakan kepala sekolah untuk mengalokasikan dana sekolah yang tidak transparan. Agustinus dituding melakukan pemotongan dana Program Indonesia Pintar (PIP), yang kemudian menjadi salah satu alasan kuat dikeluarkannya surat pemberhentian oleh Gubernur.
Selain itu, dalam petisi itu, para guru menyampaikan penolakan terhadap gaya kepemimpinan kepala sekolah yang dianggap arogan dan semena-mena dalam mengambil kebijakan.
"Kami tidak tahu bagaimana dana sekolah tersebut digunakan, karena tidak ada transparansi dalam pengelolaan dana," kata salah satu guru yang enggan disebutkan namanya.
Selain itu, guru-guru juga merasa bahwa kepala sekolah tidak memiliki kemampuan untuk mengelola konflik yang terjadi di sekolah.
"Kami telah beberapa kali melaporkan konflik yang terjadi di sekolah, namun kepala sekolah tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikannya," kata guru tersebut.