Warga Kepahiang Diimbau jangan Nikah Siri

LAYANI : Kantor Urusan Agama (KUA) Tebat Karai melayani warga yang melangsungkan pernikahan di rumah mempelai wanita.--REKA/RK

KEPAHIANG RK - Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tebat Karai, Ali Akbar, SH, M.Hi mengingatkan warga supaya jangan nikah siri atau nikah di bawah tangan. Hal tersebut disampaikan Ali kepada warga di wilayah kerjanya, umumnya bagi seluruh warga Kabupaten Kepahiang. 

Dia menegaskan, legalitas serta kepastian hukum dalam sebuah pernikahan sangatlah penting, dalam rangka selain tertib administrasi kependudukan juga penting sebagai status hukum hubungan dalam sebuah pernikahan. 

"Meski pun dalam agama Islam pernikahan di bawah tangan atau nikah siri dibenarkan dan halal, namun tidak terdaftar resmi oleh negara. Karena nikah siri tidak memiliki legalitas hukum yang berlaku di negara kita," jelas Ali dalam khutbah nikah yang dipimpinnya di Desa Peraduan Binjai beberapa waktu lalu.

Dari pernikahan siri, lanjut dijelaskan Ali, akan berdampak pada hak-hak dokumen kependudukan, nikah yang tidak tercatat secara hukum negara dapat memiliki dampak terkait hak dan perlindungan hukum.

Pasangan yang tidak resmi terdaftar mungkin tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan sejumlah hak hukum, seperti hak warisan atau perlindungan hukum terkait pernikahan. 

BACA JUGA:Jadi Agenda Tahunan, Pemkab Kepahiang Tambah Kuota Isbat Nikah

"Oleh karena itu, ada risiko kekurangan perlindungan hukum dan keamanan finansial bagi pasangan yang tidak mendaftarkan pernikahan mereka secara sah," terang Ali.

Ada pun dampak negatif dari pernikahan siri di antaranya pihak perempuan tak bisa menuntut hak-hak-nya sebagai istri yang telah dilanggar oleh suami, karena tidak adanya kekuatan hukum yang tetap terhadap legalitas perkawinan tersebut.

Kepentingan terkait pembuatan KTP, KK, paspor maupun akta kelahiran anak tidak dapat dilayani, lantaran tidak adanya bukti pernikahan berupa akta nikah/buku nikah.

Kemudian, nikah siri cenderung membuat salah satu pasangan, khususnya suami lebih leluasa bisa meninggalkan kewajibannya, bahkan pelecehan seksual terhadap perempuan, karena dianggap sebagai pelampiasan nafsu sesaat bagi kaum laki-laki. Selanjutnya, tidak adanya kejelasan status bagi perempuan sebagai istri dan kejelasan status anak yang dilahiran di mata hukum.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan