Ada Bisikan Gaib untuk Membuat Layar Darurat dari Terpal: Cerita Dibalik KM Althaf Bengkulu yang Hilanng Kont

Cerita Korban Hilang Kontak di KM Althaf--JIMMY/RK
Radarkoran.com- Sempat berhari-hari hilang kontak, kelima penumpang Kapal Motor (KM) Althaf akhirnya pulang dengan kondisi selamat. Kapal yang mengangkut satu keluarga besar asal Desa Air Hitam, Kecamatan Ujan Mas, Kabupaten Kepahiang ini, berhasil ditemukan di perairan Krui Lampung, pada Selasa 27 Mei 2025.
Meskipun ditemukan dengan selamat, namun peristiwa ini tentu bakal meninggalkan trauma besar bagi para korban. Bahkan fenomena hilangnya kapal KM Althaf ini, kabarnya juga menyimpan cerita mistis di dalamnya. Ini disampaikan langsung oleh Dowinta alias Dodo, yabg merupakan salah satu korban terjebak di KM Althaf tersebut.
Dijelaskan Dodo secara detail, peristiwa hilangnya kapal KM Althaf ini bermula saat kapal mengalami kerusakan pada bagian baling-baling. Kapal yang semula bergerak dengan jalur yang tepat, tiba-tiba berhenti dan hanya mengikuti laju arus.
Kapal yang mengalami kerusakan ini, terus bergerak semakin menjauh ke arah lautan dalam Samudra Hindia. Pada momen ini dijelaskan Dodo, para penumpang dan Anak Buah Kapal (ABK) hanya bisa berharap ada kapal lain yang lewat, dan bisa menyelamatkan mereka.
Kapal yang bergerak semakin jauh dari daratan, membuat keadaan semakin mencekam. Tak ada pemandangan lain yang terlihat saat itu, selain luasnya samudera yang membentang dan juga langit yang semakin memerah, menandakan fajar akan berhenti memainkan perannya. Gelapnya malam mulai terasa, para penghuni kapal tertidur sembari meraba-raba bahaya yang mungkin saja mengancam keselamatan nantinya. Namun tiba-tiba Kapten Kapal, Mansyur, terbangun dan tanpa banyak bicara, langsung memerintahkan dua ABK, Ramli dan Prengki untuk membuat layar.
BACA JUGA:Opsen Pajak Beri Keuntungan Bagi Daerah: Begini Penjelasan BKD Kepahiang
Dijelaskan Dodo, layar ini terbuat dari dua unit terpal yang ada di dalam kapal. Terpal ini kemudian diikatkan ke beberapa tiang, dan dibentangkan selebar-lebarnya. Beruntung, berkat layar darurat ini, haluan kapal yang semua menuju ke arah Samudra Hindia, perlahan mulai berbalik ke arah daratan Pulau Sumatra.
"Kalau cerita kapten, dia mendapatkan semacam teguran dan bisikan, untuk membuat layar darurat. Makanya saat terbangun, langsung tersentak, dan memerintahkan buat layar sederhana, pakai peralatan yang ada di kapal," ujar Dodo.
Usaha ini ternyata membuahkan hasil yang manis. Kapal mereka perlahan mendekati daratan, bahkan harapan hidup semakin besar lantaran dari kejauahan, mereka sudah bisa melihat daratan, gunung dan Pulau yang mereka ketahui bahwa itu merupakan Pulau Sumatra.
Bukan cuma itu saja, perlahan signyal internet di handphone juga mulai muncul. Momen ini dimanfaatkan oleh ABK yang kemudian menghubungi rekannya di Kota Bengkulu, dan melaporkan kondisi dan posisi mereka. Saat itu, mereka berjarak 273 kilometer dari posisi awal berlayar ke Pulau Enggano.
Di Kota Bengkulu, rekannya segera melaporkan ke tim SAR yang dipimpin Basarnas Bengkulu. Dari Basarnas Bengkulu, lokasi korban dilanjutkan ke Basarnas Lampung.
"Saat itulah, kami baru merasa tenang, bahwa akan ada yang menjemput. Sebelumnya kami cuma bisa menangis," sambungnya.
Tepatnya pada Selasa 27 Mei 2025, kapal mereka akhirnya dihampiri oleh sebuah kapal tanker, yang saat itu mengevakuasi mereka, dan menarik kapal ke Krui, Pesisir Barat, Lampung. Proses evakuasi kemudian dilanjutkan Basarnas Lampung, membawa mereka ke Rumah Sakit Krui, dan mendapatkan pemeriksaan kesehatan.
Selasa malam, mereka diberangkatkan ke Kota Bengkulu, dan tiba pada Rabu 28 Mei 2025 sore. Sempat ada serahterima dari tim SAR kepada keluarga, sebelum akhirnya Dodo dan keluarga mereka dipulangkan ke Desa Air Hitam, Ujan Mas, Kepahiang.