BPN Rejang Lebong Pastikan Batalkan Lahan SHM di Kawasan TNKS

Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Rejang Lebong telah memastikan bahwa lahan yang memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) --GATOT/RK
Radarkoran.com - Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Rejang Lebong telah memastikan bahwa lahan yang memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dibatalkan.
Keputusan ini diambil setelah ditemukannya puluhan sertifikat tanah yang berada di dalam kawasan TNKS, yang merupakan kawasan konservasi yang dilindungi oleh negara yang berada di wilayah Kabupaten Rejang Lebong, tepatnya di Desa Pal VII Kecamatan Bermani Ulu Raya (BUR).
Kepala Kantor BPN Rejang Lebong, Tarmizi, S.Sos, M.AP, mengatakan jika lahan SHM di kawasan TNKS tersebut merupakan sengketa batas antara lahan masyarakat dengan kawasan hutan TNKS.
"Itu sengketa batas dan bukan benar-benar masuk kawasan, ada sebagian. Tapi sudah kita sepakati dengan kepala TNKS untuk sertifikat yang masuk wilayah tersebut akan kami batalkan," ungkap Tarmizi pada Rabu, 20 Agustus 2025.
BACA JUGA:Pemkab Rejang Lebong Bakal Angkat Honorer R3 dan R4
Ia menambahkan, ada sekitar 10 sampai 16 persil lahan yang masuk kawasan TNKS. Semua lahan tersebut ia memastikan sudah dibatalkan secara administrasi untuk SHM.
"Secara administrasi sudah kami lakukan, sudah kami batalkan," imbuhnya.
Untuk diketahui, lahan yang memiliki SHM di kawasan TNKS sebelumnya ditemukan langsung oleh Balai Pengelolaan TNKS Wilayah III Bengkulu – Sumsel. Penemuan tersebut diperkuat dari rekaman satelit dalam aplikasi BHUMI ATR/BPN, dimana di tampak jelas ada banyak area bersertifikat yang masuk dalam kawasan taman nasional tersebut.
Persoalan lahan yang bersertifikat SHM yang diduga sejak 2016 lalu ini juga sedang ditangani oleh Polres Rejang Lebong. Namun, hingga saat ini belum ada penetapan tersangka.
"Masalah penyelidikan itu ranahnya kepolisian. Tapi kalau secara administrasi sudah kita batalkan untuk lahan yang masuk kawasan hutan," sampai Tarmizi.
Lebih jauh ditambahkan Tamizi, kemungkinan penerbitan SHM di kawasan hutan sebelum tahun 2020 wajar bisa terjadi karena adanya keterbatasan alat pengukuran saat itu. Namun pihaknya tidak mentolerir adanya kesalahan, sehingga jika ada temuan, maka akan langsung ditindak dengan pembatalan SHM.
"Jadi jika ada temuan akan tetap kita batalkan," singkatnya.