Pentingnya Transisi Energi Bersih untuk Selamatkan Pangan Generasi Masa Depan
SOSIALISASI : Kegiatan sosialisasi energi bersih yang diselenggarakan Kanopi Hijau Indonesia--GATOT/RK
Radarkepahiang.bacakoran.co - Upaya yang dilakukan semua pihak dalam mewujudkan transisi energi bersih saat ini adalah aksi menyelamatkan ketersediaan pangan untuk kita dan generasi masa depan serta sebagai salah satu upaya menjaga ekosistem yang ada di bumi.
Pernyataan tersebut dilontarkan oleh Mahasiswa Sosiologi Universitas Bengkulu (UNIB), Ari Bagus Setiawan pada kegiatan Sosialisasi Sekolah Energi Bersih yang dilaksanakan Kanopi Hijau Indonesia di Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bengkulu baru-baru ini.
"Sebagai seorang mahasiswa dan generasi yang akan hidup di masa depan, kita perlu melakukan gerakan melawan krisis iklim yang terus terjadi saat ini demi mencapai kelayakan dan keselamatan ruang hidup," ungkap Ari.
Ia menambahkan, untuk mencapai kelayakan dan keselamatan ruang hidup dimasa depan, tentunya harus dimulai saat ini. Terutama menciptakan kondisi lingkungan dan iklim yang layak untuk keberlanjutan ruang hidup yang ada.
BACA JUGA:Surat Suara DPD RI Bengkulu Nyasar ke Musi Rawas Akan Dimusnahkan
"Misalnya saja kita ingin di beberapa tahun kedepan tetap mampu mengakses bahan pangan seperti beras dengan mudah dan terjangkau secara ekonomi maka hal tersebut harus kita mulai saat ini," ujar Ari.
Ditambahkan Ketua Jurusan Sosiologi Universitas Bengkulu, Heni Nopianti M.Si, saat ini sedang memulai menanamkan nilai-nilai transisi energi bersih yang adil dan berkelanjutan kepada mahasiswa Sosiologi. Serta menyebarluaskan informasi terkait pentingnya transisi energi bersih untuk keberlanjutan hidup.
"Jurusan Sosiologi akan mendorong mahasiswa melakukan penyebarluasan isu transisi energy kepada seluruh mahasiswa se-lingkup civitas akademika Universitas Bengkulu," tegas Heni.
Sementara itu, disampaikan Manajer Sekolah Energi Bersih Kanopi Hijau Indonesia, Hosani Hutapea mengatakan, upaya menciptakan keberlanjutan ruang hidup, solusi yang pasti adalah transisi energi bersih yang demokratis. Untuk itu, melalui kegiatan Sekolah Energy Bersih #2 yang dilaksanakan, pihaknya terus menyampaikan dampak buruk energi batubara dan krisis iklim terhadap setiap sektor kehidupan seperti kehilangan sumber penghidupan, konflik sosial, perubahan cuaca ekstrim, gagal panen, penurunan kualitas kesehatan dan ekonomi.
"Dengan potensi energi bersih 363.021 MW dari air, matahari dan angin sangat memungkinkan untuk meninggalkan energi batubara," sampainya.
BACA JUGA:Sekolah Diimbau Siapkan Anggaran untuk Perpustakaan
Disisi lain, Hosani memaparkan, salah satu dampak krisis iklim yang terlihat adalah banyaknya bencana hidrometeorologi berupa banjir, kekeringan, longsor dan kebakaran hutan. Selama tahun 2023 tercatat 4.940 bencana hidrometeorologi terjadi di Indonesia. Selain itu, efek domino pada sektor pangan pada tahun 2023 sebanyak 57 ribu petani yang mengalami gagal panen.
"Makanya transisi energi yang kita inginkan prinsipnya harus mempertimbangkan Hak Asasi Manusia, memprioritaskan keseimbangan ekologi, bertanggung jawab atas pemulihan ekologi akibat energy kotor. Kemudian diikuti dengan transformasi kebijakan, ekonomi yang beracuan pada keselamatan lingkungan," singkat Hosani.