Swt berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik padanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS.al-Hujurat:12)
Tak bisa dipungkiri bahwa ujaran kebencian juga mengandung unsur merendahkan yang dalam bahasa fikih Islam dikenal dengan istilah sukhriyyah, istihza`. Allah berfirman dalam al-Qur’an
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekelompok orang laki-laki memenuhi kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula kumpulan perempuan berisi kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung kesalahan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertransaksi, maka merekalah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Hujurat: 11).
BACA JUGA:KEHEBATAN TAWAKKAL
Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah
Islam telah melarang perbuatan menghasut, mengadu domba, merendahkan orang lain, menyebarkan berita bohong, dan fitnah. Semua orang yang melakukan perbuatan ini adalah berdosa karena masuk dalam perbuatan yang tercela (akhlaq madzmumah). Lebih dari itu, ujaran kebencian terbukti telah menyebabkan intoleransi dan diskriminasi pada kelompok tertentu. Dalam kasus ini, kaum rentan atau kelompok inklusi acap kali jadi korban. Hal yang tak kalah mengerikan, ujaran kebencian akan merusak kerukunan dan persatuan bangsa dan juga memperburuk iklim demokrasi di Indonesia. Bangsa ini telah berkali-kali merasakan dampak buruk dari politik ujaran kebencian. Pilkada Jakarta beberapa tahun lalu, Pilpres 2014 dan 2019 serta beberapa kasus lainnya yang membuat masyarakat terpolarisasi akut yang menimbulkan huru-hara. Nabi
Muhammad juga telah memberikan peringatan:
“Maukah kalian aku beritahu tentang orang-orang yang paling buruk di antara kalian. Yaitu orang-orang yang kerjanya mengadu domba (menghasut), yang gemar menceraiberaikan orang-orang yang saling mengasihi/bersahabat, dan yang suka mencari kekurangan pada manusia.” (HR.Al-Bukhari).
Pembaca budiman Pilpres 2014, Pilkada 2017 dan 2019 harus menjadi Pelajaran yang berharga bagi kelangsungan bangs aini. Pesta demokrasi tidak boleh dikotori dengan narasi-narasi kebencian yang bisa merusak keutuhan dan persatuan bangsa. Setiap orang bisa menahan diri untuk tidak menggunakan siar kebencian dalam mengkampanyekan calon pemimpin yang yang didukungnya.
Kita harus selalu ingat bahwa kampanye hitam bukanlah budaya kita. Bangsa indonesia telah telah dikenal sebagai negara yang memiliki budaya santun, ramah dan toleransi. Budaya luhur harus senanti dijaga dan dijunjung bersama. Sopan santun merupakan budaya yang harus dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia.
Oleh karena itu masyarakat tidak boleh menelan mentah-mentah informasi yang beredar baik di dunia nyata maupun maya terutama dari media sosial (medsos). Karena, seringkali informasi tentang kepemiluan terutama di medsos banyak sekali berita-berita hoaks. Kita harus cerdas dalam memilah informasi yang diterima agar tidak termakan hoaks. Khususnya saat tahapan kampanye seperti sekarang ini, perlu cek fakta atas setiap informasi yang datang. Setiap menerima informasi kita saring dulu mana informasi yang bisa diteruskan.
Kalau sudah tervalidasi kebenarannya, mana yang harus berhenti di kita. Kita harus lebih kritis dan cerdas dalam menyaring informasi yang tidak jelas sumbernya melalui medsos. Selain itu, kita juga tidak mudah terprovokasi oleh berita yang berisi kebencian dan bersifat mengadu domba karena perbedaan agama, suku, dan partai politik. Pembaca Budiman
Terakhir, Kita perlu merawat kebangsaan kita, menciptakan suasana kondusif, dan menciptakan masyarakat yang adem, tenang, dan damai. Mari kita Jadikan kegiatan kampanye damai ini sebagai sarana pembelajaran dan literasi politik bagi segenap warga masyarakat, sehingga bangsa dan negara kita betul-betul bisa menjadi contoh terbaik di dalam proses berdemokrasi yang indah.