Pengulas buku lainnya, Direktur Yayasan Indonesia Cerah, Agung Budiono mengatakan jika temuan Kanopi Hijau Indonesia dalam riset yang disusun menjadi sebuah buku ini menggambarkan bahwa pengembangan energi terbarukan sangat penting didorong berbasis masyarakat, bukan berbasis proyek terpusat. Dengan demikian,keberadaan dan pemanfaatan energi terbarukan di wilayah Bengkulu dapat berkelanjutan.
"PLTS yang diserahkan kepada masyarakat yang akhirnya terbengkalai ini seharusnya bisa direvitalisasi dan dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat. Kondisi yang ada juga seharusnya menjadi pelajaran sangat berharga untuk tidak lagi berbasis proyek terpusat yang berujung tak bermanfaat," ujarnya.
Terpisah, Kepala SMA Muhammadiyah 4 Kota Bengkulu, Sutanpri mengatakan, pihaknya saat ini terus mendorong optimalisasi pemanfaatan energi terbarukan. Dan dalam mendukung transisi energi, sekolahnya menginisiasi kelas mandiri energi untuk memberikan pengetahuan tentang energi terbarukan dan krisis iklim.
"Saya tidak membayangkan pembangkit energi terbarukan ini dalam skala besar, tapi dalam skala masyarakat, yang bisa mandiri energi dari rumah sendiri. Dan SMA Muhammadiyah 4 Kota Bengkulu terus mendorong pemanfaatan energi terbarukan ini," katanya.
Disisi lain, Warga Desa Kahyapu Pulau Enggano, Siswandi menyampaikan keprihatinannya atas kondisi PLTS terpusat di desanya yang saat ini telah rusak. Ia menyebut, karena PLTS rusak masyarakat menggunakan pembangkit listrik berbahan minyak solar yang didatangkan menggunakan kapal dari Bengkulu di mana penyaluran bahan bakar ini sangat bergantung pada kondisi cuaca.
"Kondisi kerusakan PLTS ini sangat berdampak bagi masyarakat kami," katanya.
Siswandi berharap PLTS di Desa Kahyapu yang dibangun tahun 2015 senilai lebih Rp4 miliar ini direvitalisasi dan dapat dimanfaatkan lagi untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat.
"Kami sangat membutuhkan listrik untuk mendukung kegiatan perekonomian, terutama para nelayan di Pulau Enggano sangat membutuhkan es untuk hasil perikanan," singkatnya.