Pro dan Kontra Jurusan IPA/IPS Diberlakukan: Setiap 5 Tahun Anak Jadi Kelinci Percobaan?

JURUSAN : Jurusan IPA/IPS diberlakukan--FOTO/ILUSTRASI

Radarkoran.com- Pemerintah pusat berencana untuk memberlakukan kembali jurusan IPA/IPS dan bahasa bagi pelajar tingkat SMA sederajat di Indonesia. Bahkan pemberlakukan jurusan IPA/IPS dan bahasa ini akan dimulai tahun ajaran 2025/2026. Kebijakan yang diambil pemerintah tersebut mendapatkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, ada yang mendukung dan ada juga yang menolak dengan tetap memberlakukan Kurikulum Merdeka. 

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengkrik terkait rencana Mendikdasmen Abdul Muti mengembalikan jurusan IPA, IPS, Bahasa di SMA sederajat. Menurutnya, rencana memberlakukan jurusan IPA/IPS dan bahasa tersebut dinilai terburu-buru dan tanpa kajian evaluasi terhadap implementasi kurikulum merdeka (IKM) yang baru seumur jagung. "Format jurusan kan baru saja dihapus dalam kurikulum merdeka, kita belum lihat dampak dan efektivitasnya termasuk evaluasi IKM secara komprehensif belum ada. Menghidupkan kembali jurusan IPA/IPS terkesan tanpa kajian matang," kritiknya dikutip dari jpnn.com, pada Selasa 15 April 2025. 

Menurutnya, terdapat aspek plus minus menghidupkan kembali jurusan IPA, IPS, Bahasa di SMA sederajat. Disebutkan, aspek positif pertama, sekolah sudah punya pengalaman untuk mengelola penjurusan IPA/IPS/Bahasa di sekolah. Karena sekolah sudah punya pengalaman skema penjurusan sejak Kur 2006, Kur 2013 bahkan sejak Kur 1994. Maka lebih cepat beradaptasi dengan skema ini.

Kedua, harapan dalam Kurikulum Merdeka anak memilih mata pelajaran sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuan rasanya belum sepenuhnya tercapai. Masih banyak SMA yang menerapkan skema pembuatan "Menu" atau "Paket" mata pelajaran. Ketiga, melalui jurusan IPA/IPS, Bahasa anak dapat fokus belajar ke dalam 1 kelompok rumpun ilmu pengetahuan secara spesifik. Misal anak jurusan IPA hanya fokus belajar matematika, biologi, kimia, dan fisika. 

BACA JUGA: Catat : Ini 4 Lingkungan Penting untuk Dukung Anak Indonesia Hebat 

"Adanya penjurusan begini, anak diharapkan betul-betul belajar mendalam dan kompetensinya terbangun pada tiap mata pelajaran serumpun," sebutnya. 

Sedangkan, aspek negatif pertama, penerapan kembali jurusan IPA/IPS, Bahasa akan menghidupkan kembali kastaisasi rumpun mata pelajaran. Sejarah membuktikan saat penjurusan berkembang di kurikulum-kurikulum sebelumnya, jurusan IPA dinilai anaknya pintar dan pilihan, serta jadi jurusan paling favorit. 

"Ada labeling bahwa anak IPA itu paling pintar, sedangkan jurusan IPS anaknya biasa saja, bahkan yang tak terpilih di IPA masuk IPS dan Bahasa, pilihan sisa, persepsi itu yang terbangun puluhan tahun," tambahnya. 

Kedua, pengkotak-kotakan IPA/IPS Bahasa Tidak Relevan dengan perkembangan dunia keilmuan, dunia kerja, dan perubahan masyarakat global. llmu pengetahuan sudah bersifat multi dan interdisipliner. 

"Penjurusan tiga kelompok itu rasanya agak jadul (obsolete) akan memilah kecerdasan anak secara absolut. Padahal, setiap diri anak itu dapat punya potensi multiintelegensia, punya minat bakat yang bersifat lintas disiplin," tambahnya lagi.

Ketiga, perubahan kebijakan pendidikan yang terkesan maju mundur di hampir tiap pergantian menteri pendidikan. Kebijakan yang belum menyentuh persoalan fundamental pendidikan nasional seperti: kompetensi literasi, numerasi, sains anak Indonesia yang konsisten rendah, bahkan makin buruk menurut PISA. Ia juga menilai, sekali 5 tahun kebijakan pendidikan diubah-ubah sesuai selera menterinya, dan perubahan yang seolah biner atau kontras ini justru akan menghambat upaya mencerdaskan kehidupan bangsa menuju Indonesia Emas 2045. Sebab, setiap 5 tahun mulai dari 0 lagi, tak ada keberlanjutan (discontinue). Lebih menyedihkannya sekali 5 tahun anak Indonesia akan selalu menjadi kelinci percobaan kebijakan pendidikan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan