Koalisi Jurnalis Bengkulu Bersatu Tolak Draf RUU Penyiaran
Massa aksi tergabung dalam Koalisi Jurnalis Bengkulu Bersatu saat menggelar aksi demonstrasi pada Rabu, 29 Mei 2024--GATOT/RK
Radarkoran.com - Puluhan jurnalis yang tergabung dalam Koalisi Jurnalis Bengkulu Bersatu menggelar aksi unjuk rasa menolak Revisi UU Penyiaran Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran (versi Maret 2024) pada Rabu, 29 Mei 2024.
Koalisi yang berasal dari berbagai organisasi seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bengkulu, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Bengkulu Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Bengkulu, Forum Komunikasi Wartawan (FKW) KAHMI Bengkulu, Radio Dehasen Bengkulu dan UKM Sinematografi Universitas Dehasen Bengkulu menolak draf RUU Penyiaran lantaran banyak pasal yang berpotensi mengancam kebebasan pers, demokrasi dan HAM.
Dalam demonstrasi tersebut jurnalis menggelar aksi menutup mulut dengan lakban warna hitam di depan kantor Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bengkulu serta aksi jalan mundur dengan membawa keranda mayat bertuliskan "Mayat Kebebasan Pers" di depan gerbang Sekretariat Dewan Provinsi Bengkulu.
Aksi tutup mulut menggunakan lakban hitam memiliki simbol atau diartikan sebagai pembungkaman serta membatasi kerja-kerja jurnalistik maupun kebebasan berekspresi secara umum. Sementara, aksi membawa keranda mayat sebagai tanda mati demokrasi serta jalan mundur menandakan mundurnya demokrasi di Indonesia.
BACA JUGA:Tingkatkan Potensi Pesisir, DKP Akan Usulkan Pembangunan 23 Rumpon Ikan di 2025
Selain itu, para jurnalis dalam demonstrasi tersebut juga membawa sejumlah poster dengan berbagai tulisan penolakan RUU Penyiaran. Mulai dari Pers Bukan Kolom Iklan, Tolak RUU Penyiaran, Pembungkaman Pers = Penghancuran Pilar Demokrasi, Hapus Pasal-Pasal yang berpotensi mengancam kebebasan pers serta tulisan penolakan lainnya.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bengkulu, Yunike Karolina mengatakan, penolakan RUU Penyiaran versi Maret 2024 yang dilakukan aliansi Jurnalis Bengkulu bukan tanpa alasan. Sebab RUU Penyiaran ini dinilai memuat sejumlah pasal problematik yang dapat mengancam kebebasan pers, berekspresi, demokrasi dan HAM.
"Kami minta hapus pasal-pasal yang berpotensi mengancam kebebasan pers, demokrasi dan HAM. Jangan bungkam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi. Tinjau ulang urgensi revisi UU Penyiaran," kata Yunike.
Ditambahkan Anggota Bidang Advokasi AJI Bengkulu, Romi Juniantra, RUU Penyiaran secara nyata membatasi kerja-kerja jurnalistik maupun kebebasan berekspresi secara umum.
Adanya regulasi tersebut berniat untuk mengendalikan secara berlebihan (over controlling) terhadap ruang gerak jurnalis yang tentunya dapat berdampak pada pelanggaran terhadap hak atas kemerdekaan pers, serta pelanggaran hak publik atas informasi.
"Keberadaan pasal-pasal dalam RUU Penyiaran tersebut berpotensi melanggar hak kemerdekaan pers dan hak publik atas informasi," tegas Romi.
Dengan melihat potensi dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari regulasi tersebut kedepannya, Koalisi Jurnalis Bengkulu Bersatu meminta untuk KPI dan DPR RI meninjau ulang urgensi revisi UU Penyiaran, menghapus pasal-pasal problematik yang berpotensi melanggar hak kemerdekaan pers dan hak publik atas informasi, dan melibatkan Dewan Pers dan kelompok masyarakat sipil yang memiliki perhatian khusus terhadap isu-isu yang beririsan.
BACA JUGA:Kekosongan Jabatan Eselon II Pemprov Bengkulu Segera Ditindaklanjuti
Beberapa pasal yang dinilai dapat berdampak negatif diantaranya Pasal 50B ayat 2 huruf c yang mengatur larangan praktik jurnalisme investigasi. Sementara jurnalisme investigasi merupakan dasar dari jurnalisme profesional. Jika pasal ini disahkan, maka publik hanya mendapat informasi seadanya dan tidak liputan mendalam serta kontrol sosial menjadi terbatas.