Pembayaran cicilan itu lancar. Semua kreditor mendapat pembayaran sesuai dengan yang tertulis di homologasi. Empat bulan pun berlalu. Tidak ada masalah.
Bulan selanjutnya tiba-tiba Sritex menghentikan angsuran ke IndoBharat. Hanya ke IndoBharat. Alasannya: tagihan Rp 60 miliar IndoBharat ke Sritex ternyata sudah lunas.
Yang melunasi adalah perusahaan asuransi.
Rupanya IndoBharat mengasuransikan tagihannya ke Sritex. Ketika Sritex tidak mampu bayar, asuransi itulah yang membayar.
Begitu tidak lagi menerima cicilan IndoBharat marah. Bahwa sudah menerima pembayaran dari asuransi itu urusan internal IndoBharat. Yang mengasuransikan tagihan adalah IndoBharat. Bukan Sritex.
Sritex ternyata tidak hanya menghentikan cicilan ke IndoBharat. Sritex juga menggugat IndoBharat.
Maka IndoBharat kian marah. Perusahaan India itu pun ambil jalan pintas: mengajukan gugatan pailit ke pengadilan. Alasannya sangat kuat: Sritex gagal menjalankan kewajibannya sesuai dengan homologasi.
Dengan alasan itu pengadilan dengan mudah dan cepat menjatuhkan putusan: Sritex pailit.
Begitulah memang hukumnya. Ketika homologasi gagal dipenuhi sanksinya langsung pailit.
BACA JUGA:Partner Dansa
Sritex mencoba kasasi ke Mahkamah Agung. Pemerintah seperti simpati pada Sritex. Tapi pemerintah memang tidak bisa mencampuri urusan ini.
Dengan mudah MA pun menolak kasasi itu.
Selesai. Sritex pailit. Final. Pemilik lama kehilangan pabrik tekstil raksasa dengan aset Rp 30 triliun.
Kini terserah kurator sebagai pemilik baru: akan dikemanakan Sritex.
Mungkin dilelang. Hasil lelang dibagi secara proporsional kepada kreditor. Kurator bisa dapat bagian 5 persen dari hasil lelang.
Maka cepat-cepatlah bersiap untuk ikut lelang. Mumpung harganya pasti terjun bebas. Perusahaan senilai Rp 30 triliun itu mungkin bisa Anda beli hanya dengan Rp 5 triliun. Anda sudah untung Rp 25 triliun --di atas kertas.