Aku: makanya ibu keramas, nanti dapat uang dari iklan shampo bisa untuk beli daster yang banyak, baru semua.
Ibu: yo wis, ayo, aku dikeramasi.
Setiap kali menemukan cara merayu seperti itu Kokkang berdoa: semoga malaikat tidak mencatat kata-katanya itu sebagai kebohongan.
Tiga jam saya selesaikan buku itu. Lewat Roy, saya pun mencari nomor teleponnya. Lalu mengirim banyak WA padanya. Termasuk minta izin mengutip beberapa isi buku untuk tulisan ini.
Barulah saya mengelilingi lounge business class bandara Istanbul ini. Begitu luasnya.
Bandaranya sendiri sudah seperti mal besar. Lounge bisnisnya seperti pujasera.
Bandara Singapura juga seperti mal tapi terlalu rapi. Kurang terasa dinamis. Pun Dubai dan Hong Kong. Bandara-bandara baru yang besar di Tiongkok juga seperti mal tapi variasinya kurang.
Di lounge ini tiap jenis masakan disajikan di satu counter. Terpencar-pencar. Saya kelilingi satu per satu. Saya lihat masakannya, cara memasaknya dan mana yang terbanyak disukai penumpang kelas bisnis.
Setengah jam sendiri.
Saya belum memutuskan akan mengambil makanan yang mana. Saya pun kembali duduk di sofa. Saya lihat tas kresek. Saya buka kresek itu. Saya keluarkan singkong rebus sisa dari Chicago. (Dahlan Iskan)